Hari–hariku di sekolah dipenuhi dengan kegiatan-kegiatan organisasi. Ditambah lagi aku mengikuti bimbel diluar sekolah. Rasanya berat bagiku, aku ingin sekali memiliki satu hari khusus istirahat yang dihadiahkan untukku, untuk terbebas dari rutinitas sekolah. Namun itu sungguh sulit untuk menjadi kenyataan saat ini. Mulai hari senin hingga minggu tak ada satu hari yang bebas dari kegiatan belajar, jika tidak disekolah dengan kegiatan organisasi, ya aku mengikuti bimbel diluar sekolah sepulang sekolah. Aku adalah salah satu siswa yang kos didekat sekolah. Jika sudah berbulan-bulan tidak pulang kerumah kedua orang tua rasanya rindu sekali.
Otak seperti dikuras habis untuk memikirkan sekolah, bimbel, kebutuhan, tugas dan seabrek catatan-catatan yang harus aku pikirkan untuk hidupku. Seakan-akan otak ini mendidih, layaknya air yang direbus pada suhu seratus derajat. Ibarat pohon mangga yang harus terus menghasilkan buah meski belum waktunya untuk berbuah, mungkin begitulah aku yang selalu memaksa otakku untuk berpikir dan terus berpikir. Berharap yang terbaik dan bagaimana hidupku yang harus berjalan dan maju kedepan.
Rasa capek dan bosan selalu menghampiriku, dan bahkan rasa itu akan membuatku menjadi malas untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang harus aku lakukan. Apabila ada tugas dari sekolah maka akan segera kukerjakan, jika aku menundanya mungkin aku akan malas bahkan hingga lupa mengerjakannya. Sering kudapati kesulitan saat mengerjakan tugas sekolah, namun aku selalu mencoba untuk menyelesaikan dan mengatasi kesulitan yang menghadangku. Tetapi saat aku sudah benar-benar buntu, aku pasti menunda hingga esok harinya dan membuat sebuah pengingat. Kesulitan yang benar-benar tidak bisa ku selesaikan itu akan menimbulkan rasa lelah dan malas yang menghinggapiku.
Aku akan mencoba menepis rasa malas dan menjadikan hari-hariku untuk lebih menyenangkan agar rasa lelah tak lagi sempat kurasakan. Aku harus selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik dan lebih baik. Aku harus sekolah benar-benar dan bersungguh-sungguh. Aku ingin melihat kedua orang tuaku tersenyum lebar, bangga terhadapku. Rasanya ku tak ingin mereka merasa kecewa terhadapku.
Aku lantas beranjak dari tempat tidur yang membuat tubuhku terasa nyaman sehingga melupakan aktivitas yang lain. Segera kusambar handuk yang digantungkan dipintu kamar kos ku itu dan kulangkahkan kaki menuju kamar mandi diluar sana.
“Aku harus semangat.. ! don’t be lazy, Sha” kataku sendiri mencoba untuk menyemangati diri ini.
***
Ku ambil salah satu buku yang berada diantara tumpukan yang tertata rapi di meja belajarku itu. Lalu kubuka buku bewarna sampul cokelat, bertuliskan KIMIA dan kucoba memahami pekerjaanku tadi disekolah.
“Huft... apanya ya yang salah?” tanyaku yang bingung sekali dan ingin mengetahui kesalahanku dalam mengerjakan soal dari pak Suwarna.
Inilah pekerjaanku sepulang sekolah, selalu mengulang pelajaran yang belum aku pahami disekolah. Namun kali ini aku benar-benar tidak memahami dengan materi kimia yang diajarkan saat itu. Entah, karena gurunya yang kurang cocok dihati atau memang akulah yang belum matang dengan materi itu. Aku sudah mencoba berulang-ulang untuk memahaminya, namun kesulitanlah yang selalu kudapati. Minggu depan aku akan melaksanakan ulangan harian untuk pelajaran kimia dengan materi Larutan Penyangga. Aku berusaha keras untuk memahami materi itu.
Aku berpikir jika pH Larutan Penyangga yang aku hitung, benar-benar nyata berupa percampuran antara asam lemah dengan basa konjugasinya dan aku harus membuat campuran itu sendiri. Niscaya aku akan bingung bukan kepalang. Belum lagi menentukan konsentrasi dari masing-masing larutan dan menentukan volumenya, serta mencampurkan larutan itu. Hingga akhirnya akan kutemukan hasil pH dari Larutan Penyangga itu. Pasti aku akan bingung.
Meskipun begitu, pelajaran kimia adalah pelajaran yang aku sukai. Sejak pertama duduk dibangku SMA, aku langsung menyukai pelajaran itu. Pada materi unsur-unsur kimia, seluruh siswa kelas X yang diajar pak Suwarna di tugaskan untuk membuat tabel periodik unsur-unsur menggunakan kertas yang berukuran 60x45 cm. Berhubung aku memiliki hoby menggambar, aku langsung mengerjakannya dengan penuh ketelitian dan kelembutan dalam membuat tabel itu. Itulah yang membuat aku menyukai pelajaran kimia. Ditambah lagi hasil karyaku mendapat nilai terbesar diantara yang lain yaitu 85. Namun saat beberapa kali pertemuan aku merasa otakku menolak materi yang diberikan beliau, namun aku masih tetap menyukai pelajaran beliau. Hingga akhirnya ketidakpahamanku dengan materi yang pak Suwarna ajarkan membuat aku untuk tidak menyukai beliau. Padahal pak Suwarna adalah guru yang lucu, sabar dan penyayang.
Akhirnya guru kimia dikelas X semester genap telah digantikan dengan guru baru, beliau sungguh sabar, bahkan beliau juga adalah salah satu motivatorku untuk menjadi yang terbaik dengan jalan yang baik. Bu Hastin, guru kimia ku yang baru di semester genap kelas X. Awalnya seluruh siswa dikelasku menerima bu Hastin dengan rasa terpaksa namun beberapa kali pertemuan aku dan teman-temanku yang lain dapat menerima dengan hati bahagia. Disetiap kertas ulangan yang beliau berikan selalu ada pengingatnya untuk kami mengerjakan soal itu dengan jujur. Hingga beberapa kali ulangan harian aku selalu mendapat nilai diatas 75. Dan dinilai raporku bercoretkan tinta hitam dengan angka 86 untuk mata pelajaran kimia. Aku menjadi lebih senang diajar bu Hastin.
Saat aku naik kelas XI aku memilih jurusan IPA, karena cita-cita yang hendak aku impikan bersangkutan atau sejalan dengan jurusan ipa. Itulah alasanku. Menjadi guru kimia adalah cita-citaku. Aku ingin berbagi ilmu yang aku miliki kesemua orang yang membutuhkan. Kini dikelas yang baru aku menemukan teman baru pula. Dan guru kimia ku pun berbeda dari sebelumnya. Aku diajar oleh bu Ana, namun aku dapat menerima materi yang diasupkan keotakku. Walaupun pernah memiliki riwayat mendapat nilai dibawah 70, tetapi nilai kimiaku yang lainnya diatas 80. Aku merasa enak diajar bu Ana, walaupun tak seenak bu Hastin. Tapi aku juga sedikit sebel sama bu Ana, karena nilai diraporku tak seindah nilai rapor yang pernah diberikan bu Hastin, meskipun keseharianku tidak jauh beda saat aku di ajar bu Hastin.
Sungguh malang nasibku saat semester genap dikelas XI kini hadir. Ternyata guru kimiaku telah berganti. Pak Suwarna telah mengajarkan kimia lagi dikelasku. Aku sudah merasa tidak suka duluan. Dan kini aku pun langsung menyimpulkan bahwa guru yang mengajar pun memiliki pengaruh besar terhadap nilai. Apabila guru yang mengajar tidak sesuai dengan hati, maka kita tidak dapat menerima asupan materi yang diberikan. Huft.. mengapa harus seperti ini. Menurutku itu kesimpulan yang tepat untuk aku ungkapkan saat ini.
Dua hari sebelum ulangan kimia materi larutan penyangga, aku mulai belajar lebih dimaksimalkan untuk materi larutan penyangga. Meskipun seminggu ini hampir semua pelajaran akan ulangan harian. Tetap aku sempatkan untuk belajar kimia, ibaratnya belajar hanya lima menit setiap hari selama seminggu. Walau sebenarnya selama aku mempelajari materi itu tidak ada yang nyangkut di otak, mungkin hanya 5% yang dapat diserap otakku. Tapi aku tidak merasa lelah untuk mempelajarinya hingga seratus persen dapat diserap otak ini.
Malam hari ini adalah malam dimana aku harus benar-benar meyakinkan hatiku bahwa esok hari aku akan dapat mengerjakan soal yang telah disiapkan pak Suwarna untuk di ulangkan esok. Saat pemantapan hati, aku masih saja merasa belum yakin dengan apa yang telah aku usahakan selama seminggu ini. Belum lagi teringat dengan soal yang akan diulangkan esok berbentuk esai, aku jadi tambah tidak siap untuk menghadapi soal-soal kimia itu.
Semalan ini aku hanya belajar kimia, aku selalu mencoba mengerjakan soal-soal yang ada dibuku LKS Kimia. Aku memainkan tanganku untuk menari-nari diatas kertas putih, agar memiliki kesan coretan tinta hitam, yang akan membuatku untuk lebih memahami materi yang sedang aku pelajari. Hingga larut malam tangan ini belum saja berhenti menari diatas kertas putih itu. Namun waktu kini menunjukkan pukul 23.30 WIB, dan otakku mulai kelelahan, rasa kantuk pun mulai menyerang, serta tangan ini serasa ingin berhenti menari diatas kertas putih yang kini hampir tertutup habis oleh tinta hitam. Kuputuskan untuk menyudahi persiapan menghadapi soal kimia esok hari, dan mungkin akan aku lanjutkan lagi setelah bangun tidur esok pagi.
“Alhamdulillah, aku bisa bangun jam 4 meski tadi malam aku tidur larut malam” kataku dalam hati saat terbangun dari tidurku yang selalu terbayang dengan ulangan kimia.
Aku melanjutkan belajar kimia. Aku tidak boleh menyerah, aku harus bisa. Tapi Aku sudah keburu pasrah, karena belum begitu matang menguasai materi itu. Hingga ulangan tiba, aku masih belum begitu paham. Meskipun sudah banyak usaha yang aku lakukan tapi apalah daya jika aku memang belum paham.
Ulangan kini dilaksanakan, kebetulan pelajaran kimia adalah jam pertama dihari ini.
“Huft... pagi-pagi udah sarapan dengan soal ulangan” gerutuku pelan saat pak Suwarna datang membawa soal ulangan.
“Hah, ternyata soalnya mudah juga” kataku pelan saat memulai membaca dan mengerjakan soal pertama yang dibagi menjadi dua bagian.
Hingga soal nomor dua aku masih sangat lancar dan tidak mendapati kesulitan sedikitpun. Namun saat kubaca soal nomor tiga aku mulai merasa bingung dan pusing bagaimana cara mengerjakan soal nomor tiga itu? Padahal aku sebelumnya sudah mempelajari soal yang sama bentuknya dengan soal itu dan aku sudah sedikit paham. Tetapi entah, saat angka dan larutan yang tertera berubah, aku menjadi tidak memahami soal itu. Aku mengerjakannya dengan apa yang aku pahami saja. Walaupun soalnya hanya ada tiga nomor namun disetiap nomor memiliki cabang masing – masing. Waktu untuk ulangan pun habis.
“Sha, gimana soalnya tadi?” tanya Reni kepadaku
“Entahlah, aku benar-benar dibuat pusing dengan soal ulangan tadi dan merasa mual” jawabku dengan nada sedikit kecewa “mungkin karena aku belum terlalu menguasai materi itu”. Lanjutku.
“Belajar sih udah hampir tiap hari, tapi gimana lagi kalo belum paham tetep aja kayak gitu”. Kataku dengan nada sedih dan menyesal.
“Ya udahlah, mudah-mudahan besok nilainya diatas 75” kata Reni yang mencoba menghiburku.
“Aku yakinnya sih, dapat nilai dibawah 70 “ perkiraanku tentang hasil ulanganku.
“Udah jangan sedih” hibur Reni
“Tadi aku memang mengerjakannya semua, tapi aku rasa nomor tiga aku salah semua, belum lagi kayaknya nomor dua yang C aku salah ngitungnya” jelasku tentang apa yang aku kerjakan tadi.
“Tapi itu kan baru perkiraanmu, sapa tau perkiraanmu salah, dan ternyata banyak yang benar” kata-kata Reni yang ingin menenangkanku.
Sampai pulang sekolah aku selalu memikirkan nilai kimia yang akan aku dapatkan. Perasaan sedih menemani perjalananku pulang ke kosan yang tak jauh dari sekolahku.
***
Kini sudah hampir 2 bulan aku tidak pulang kerumah kedua orangtuaku. Aku sangat rindu kepada mereka, tetapi dengan jadwal kegiatan sekolah yang memenuhi hari-hariku yang sehingga membuat aku merasa disibukkannya dan tidak memiliki kesempatan untuk pulang kekampung halaman. Rasa sedih telah menyelimuti hatiku.
Saat beberapa kawan kosku memiliki waktu luang, mereka gunakan waktu luang itu untuk sejenak melepas rindu dikampung halaman. Namun hanya aku dalam dua bulan ini yang belum berkunjung kekampung halaman, hanya sekedar melepas rindu dan menyingkirkan semua kepenatan dalam hati yang mungkin kini sudah tertata rapi dan begitu banyak, sehingga membuat aku ingin meluapkan semuanya.
Rasa rindu kepada keluarga terutama terhadap pelukan hangat ibu, kini yang aku rasakan. Aku juga rindu dengan kata-kata ibu yang menjadi penyemangat hidupku. Disaat aku belajar dan merasa bosan pasti ibu akan mencoba untuk menyemangatiku, agar aku tidak mudah berputus asa. Orang yang mudah berputus asa adalah orang yang akan gagal seumur hidupnya. Kata ibuku. Tapi aku juga tidak boleh merasa takut saat aku mengalami kegagalan, karena kegagalan adalah awal untuk menuju kesuksesan. Itulah yang selalu ibu katakan padaku.
Saat ini, aku ingin mencurahkan isi hatiku pada ibuku tentang apa yang aku rasakan, aku ingin bercerita tentang apa yang aku alami. Dari ketidakcocokan dihatiku terhadap beberapa guru yang mengajarku saat itu, dan hasil-hasil ulangan beberapa mata pelajaran yang akan aku dapatkan.
Selama dikosan aku selalu berharap mudah-mudahan nilaiku tidak terlalu buruk untuk kuceritakan ke ibuku. Aku selalu meratapi nilai yang akan aku dapatkan. Hancurkah nilaiku itu?.
.
***
Seminggu yang lalu aku telah melaksanakan ulangan kimia, kini tinggal kunanti hasilnya. Aku menanti hasil ulangan kimia itu dengan perasaan sedih, aku takut nilai yang akan aku dapatkan seperti apa yang aku bayangkan. Akankah nilai yang aku dapatkan kurang dari KKM? mungkinkah yang aku usahakan selama ini akan sia-sia? Dan bagaimana aku akan menyampaikan kepada ibuku, jika ini semua terjadi?. Guru kimia kini masuk ke ruang kelasku. Jantungku mulai berdetak lebih cepat dua kali dari detak jantung normal, rasa gelisah, takut kini mulai menghantuiku. Aku tak bisa merelakan jika nilaiku harus hancur seperti yang aku bayangkan. Tangan dan seluruh tubuhku dingin terbawa suasana hatiku yang galau. Dan ketika telinga ini mendengar pak Suwarna mengumumkan siapa saja yang remedi, aku semakin ingin menutup telinga ini. Rasanya kutak ingin mendengar celotehan teman-teman yang menanyakan siapa saja yang tidak dapat menyelesaikan KD itu dengan tuntas. Ternyata telinga ini terlalu peka mendengar nama yang disebut sebagai tersangka remedial. Akulah tersangka remedial itu. Aku sedih, aku sudah tidak sanggup lagi untuk melihat nilaiku. Sungguh aku membenci kelalaian diriku ini, bahkan aku juga semakin membenci guru kimiaku itu. Aku merasa ingin ganti guru kimianya, aku tak ingin nilaiku akan semakin turun dan turun jika di ajar beliau terus-menerus. Aku ingin diajar bu Hastin kembali. Aku ingin sekali memahami materi-materi yang diajarkan di sekolah. Aku tak ingin membuat kedua orang tuaku kecewa, mereka telah membiayai sekolahku, meski mereka harus merelakan kulit mereka untuk terus terbakar panas teriknya matahari. Rasanya aku ingin menjerit. Batinku menangis.
“Eh maaf, ada kesalahan, bapak salah jumlahin nilainya, Nesha, kamu tidak remed” kata pak Suwarna tiba-tiba merusak lamunanku yang meminta maaf karena salah menjumlahkan nilai ulangan kimia seminggu yang lalu.
Sungguh itu mengagetkanku, dan kini aku lebih-lebih tak percaya, ternyata aku tidak jadi remedi, nilaiku 76 nyaris remedi. Sungguh aku sudah mulai berputus asa dan sedih saat telinga ini mendengar namaku disebutkan diantara siswa yang remedi. Tadinya aku bingung bagaimana aku akan mengatakan kepada orang tuaku jika nilaiku seburuk itu. Padahal aku ingin membahagiakan mereka. Namun itu ada kesalahan dalam penjumlahan nilaiku. Mengapa bisa ada kesalahan seperti ini, yang hampir membunuh perasaanku. Batin yang menangis kini berubah menjadi tersenyum.
Kesalahan dalam penjumlahan nilai ulangan oleh guru itu adalah hal yang wajar. Mungkin guru itu lelah karena tidak hanya mengajar satu kelas saja tapi harus mengajar selama 35 jam di sekolah. Belum lagi ditambah kegiatan diluar sekolah yang harus menguras tenaga dan pikiran.
Kini aku bisa merasa sedikit lega, walaupun nilainya nyaris dibawah KKM, yang penting aku tidak remedi. Apalagi di materi yang di ulangkan ini aku belum begitu menguasai. Akhirnya kerja kerasku selama ini tidak sia – sia. Meskipun selama belajar aku sulit untuk memahami materi itu, tapi pada akhirnya aku bisa memahami. Toh walaupun itu cuma sedikit sekali materi yang dapat diterima oleh otakku, namun itu dapat membantu ulanganku untuk materi larutan penyangga. Sungguh senangnya hatiku ini, kini aku tidak jadi membenci guruku itu, karena nilai yang kurang dari KKM. Namun rasa benci pada guruku luluh karena nilai yang nyaris mendekati KKM.
Sekarang aku menyimpulkan, ternyata guru tidak sepenuhnya berpengaruh pada nilai. Tapi kemauan dan kerja keraslah yang akan merubah nilai dan hasil yang kita dapatkan. Guru tidak sepenuhnya membantu dan memperburuk murid, dan keluarga juga tidak memiliki pengaruh yang begitu besar. Hanyalah kemauan besar yang 100 persen mempengaruhi sesuatu yang kita kerjakan. Family just 66%, attitude = 100%.
Jadi tingkatkanlah kemauanmu untuk menjadi orang yang sukses, karena kemauan yang kuatlah yang akan mewujudkan harapan yang kita impikan.
Komentar
Posting Komentar