Langsung ke konten utama

Hiasi Diri dengan Al-Qur’an, Lahirkan Generasi Qur’ani

Karya : ukh_eva


Angin sepoi-sepoi mulai berhembus menerobos celah-celah jendela, menjadi pelengkap di sore yang cerah ini. Membuat setiap mahasiswa nyaman beristirahat dari rutinitas seharian yang menyita banyak energi dan melupakan semua aktivitas sejenak. Kuhempaskan tubuh ini di atas kasur yang nyaman dan empuk. Menghilangkan lelah yang menyergap tubuh ini. Memanjakan diri menjadi ratu sejenak dan pergi ke alam mimpi. Tak ada kegaduhan kendaraan dan pabrik membuatku semakin nyaman dalam mimpi. Hanya terdengar kegaduhan suara mahasiswa- mahasiswa yang tinggal di Rusunawa (Rumah Susun Sederhana Sewa milik Universitas Diponegoro) dibalik tembok pembatas tiap-tiap kamar.
Hari semakin sore dan akupun masih terlelap dalam mimpiku dan tak ada seorangpun yang mampu mengganggu tidurku. Tanpa ku sadar aku melupakan aktivitasku selanjutnya yang sudah direncanakan seminggu yang lalu.
“Dog dog dog dog dodog!!!!” suara gedoran pintu yang terdengar keras bak seorang ingin mendobraknya
“Sya!!, Sya!!” suara seseorang memanggilku namun suara-suara itu masuk kedalam alam mimpiku.
“Nesya, buka pintunya!!” suara teriakan dari luar kamarku
Seraya membuat tubuhku langsung terbangun dari tempat tidur, segera ku hampiri pintu kamarku dan membukakan pintu. Ternyata teman sekamarku yang membuat kegaduhan itu. Belum sempat ku mengatur napas dan mengucapkan salam lalu ku lihat jam dinding di kamar, jam sudah menunjukkan pukul 16.00 WIB. Tanpa pikir panjang segera kusambar handuk yang digantungkan di samping singgahsana tempat tidurku dan kulangkahkan kaki menuju kamar mandi yang tak jauh dari tempat tidurku. Langsung dilanjut shalat ashar yang tak sempat kudengar kumandang adzan sore ini.
***
Kuambil tas dan sepatuku untuk pergi liqo’ atau lingkaran kecil dalam tarbiyah atau pendidikan di Masjid Kampus. Kuambil langkah seribu menuju parkiran. Sesampainya di parkiran tiba-tiba diri ini merasa berat sekali untuk mendatangi majelis ilmu. Teringat akan adanya setoran hafalan ayat-ayat Al-Qur’an hari ini. Terbayang tentang surat apa nanti yang hendak aku setorkan sebab hafalanku belum bertambah, masih sama seperti minggu lalu yaitu surah Al- Alaq. Malu rasanya dengan teman satu liqo’ dan murobbiah atau pendidik. Malas menghafal telah menguasai tubuh ini, parahnya lagi diri ini menuruti rasa malas tersebut.
Aku adalah salah seorang mutarrabi atau orang yang dididik yang jauh ketinggalan hafalan Al-Qur’an ku dari mutarrabi lainnya. Tak hanya hafalanku yang tertinggal jauh namun bacaan Al-Qur’an ku pun jauh dari kata sempurna. Rasa malu bukan hanya kepada murrabiah, teman satu liqo’, tetapi juga dengan Allah SWT. Ditambah lagi aku saat ini mengemban amanah sebagai seorang pementor, yang katanya pementor adalah contoh bagi menteenya dan aku belum mampu memberikan contoh yang baik bagi mentee ku. Usahaku merubah diri menjadi lebih baik belumlah maksimal.
 “Mbak mau kalian membaca Al-Qur’an satu persatu, masing-masing setengah halaman ya” ucap murrabiah ketika hendak tilawah untuk memulai liqo’
“Baik mbak” jawab para mutarrabi
“Dimulai dari Dina” pinta murrabiah
Dina membaca Q.S. Al-Baqaraah dan selesai setengah halaman dilanjut oleh Aghna, Anti dan aku (Nesya)
“Adik-adik kalo baca Al-Qur’an diperhatikan ya panjang pendeknya, dan cara bacanya juga di perhatikan ya” kata murrabiah ”kalo mau berhenti harus pas jangan asal motong ayat” lanjut murrabiah dengan wajah yang amat serius daripada biasanya.
“Iya mbak” jawab Anti, Aghna, dan Dina
Aku hanya mampu terdiam, dan rasanya hati ini teriris sampai tak mampu mengatakan apa-apa. Mendapat gamparan yang sangat keras bukan melalui fisik namun hatiku yang terkena. Baru kali ini bacaan Al-Qur’an ku di komen sepedes ini. Dari beberapa komentar tentang bacaan Al-Qur’an baru kali ini hatiku merasa sakit dengan komentar tersebut.
“Dek Nesya, besok ikut tahsin dari kedokteran ya biar dibenarkan nanti bacaan Al-Qur’an nya” tawaran murrabiah yang memintaku untuk mengikuti tahsin atau belajar Al-Qur’an guna memperbaiki bacaan Al-Qur’an ku
“Iya mbak InsyaAllah” jawabku dengan nada yang sudah berubah dan menahan tangis
“Biar nanti diajarkan juga cara-cara untuk memotong ayat ketika nafas kita tidak mampu untuk meneruskan ayat tersebut” jelas murrabiah “ kalo kita salah memotong ayat nanti artinya berbeda loh” lanjutnya
Mulai hari itu juga aku berusaha mencari tempat untuk belajar tahsin. Kebetulan aku mengikuti salah satu oraganisasi diluar kampus yang notabene  anggotanya kebanyakan berasal dari pesantren. Aku langsung chat salah seorang teman anggota dari organisasi tersebut untuk mendapatkan info tentang belajar Al-Qur’an di pesantren. Berkali-kali aku menghubungi temanku tersebut untuk menemaniku datang  ke Pesantren yang tak jauh dari kampusku untuk mendaftarkan diri sebagai murid baru. Namun aku pun tak pernah bisa mendatangi pesantren tersebut dengan berbagai halangan seperti agenda-agenda kuliah dan organisasi yang aku emban yaitu Rohis Jurusan yang menjadi prioritasku.  Selama itu juga murrabiah ku tak pernah tau apa yang aku lakukan karena aku tak pernah jujur kepadanya. Aku malu mengungkapkan padanya bahwa sebenarnya aku ingin belajar Al-Qur’an.
***
Tak hentinya diriku menghubungi teman dari Pesantren demi mendapatkan seorang guru ngaji. Selama pencarian ini tak ada seorangpun yang mengetahuinya bahwa aku sedang mencari seorang guru yang mampu membenarkan bacaan Al-Qur’an ku. Bahkan diam-diam aku pun mencari berbagai video di youtube yang berkaitan dengan bacaan Al-Qur’an. Mulai dari video tentang cara mengucapkan huruf-huruf hijaiyah, hukum bacaan Al-Qur’an, bahkan sampai murrotal Al-Qur’an dari orang-orang terkenal dengan bacaannya yang merdu seperti Muhammad Thaha Junaid, Wirda yusuf mansyur, Oki Setiana Dewi, dan bahkan masih banyak lainnya yang selalu aku dengar tilawahnya.
Usaha belajar otodikdak telah aku lakukan namun tak memberiku perubahan. Setiap kali aku belajar diri ini merasa sudah sesuai cara mengucapnya seperti yang ada di video. Namun ketika di tes dengan tilawah di setiap kali liqo’ tetap saja bacaanku belum benar. Hal ini dikarenakan tak adanya guru yang mampu membenarkan bacaanku ketika aku salah mengucapkan huruf-huruf hijaiyah tersebut. Hingga suatu hari ketika ku mendatangi majelis ilmu, disanalah aku menemukan jawabannya. Bagaimana seharusnya belajar membaca Al-Qur’an.
“Kalo mau belajar Al-Qur’an ya cari guru, bukan belajar sendiri. Karena belajar Al-Qur’an itu perlu orang yang bisa membenarkan bacaan kita. Percuma cape-cape belajar dari video tapi gak ada yang benerin bacaan kita, yang ada kita cuma merasa diri ini udah bener aje bacaannya” kata seorang pembicara di majelis ilmu yang kudatangi
Sumpah ngenak banget tausiyahnya. Mirip banget sama aku. Tercabik-cabik hatiku. Malu, gak berani berkata apa-apa. Disaat memulai perubahan diri selalu saja dihadapkan dengan hal-hal yang sesuai dengan apa yang aku butuhkan saat ini. Bukan hanya sekedar tausiyah ini saja yang mengenak di hati tetapi beberapa agenda yang aku ikuti pun akhir- akhir ini bahasannya sesuai dengan apa yang aku butuhkan saat ini yaitu berkaitan tentang Al-Qur’an.
***
            Sore ini aku akan mengisi mentoring yang aku bina kurang lebih satu semester yang lalu. Sebelumnya aku akan mengikuti liqo’ terlebih dahulu untuk mengisi rukhiyahku. Ini kali pertamanya aku datang liqo´lebih awal 30 menit sebelum liqo’ dimulai. Entah ada angin apa yang mampu membawa diri ini menjadi rajin bahkan lebih sangat rajin dari biasanya.
            Sesampainya aku di tempat liqo’ yaitu di Masjid Kampus aku langsung mengambil air wudhu, dikarenakan sudah memasuki waktu shalat ashar. Aku pun mengikuti shalat berjamaah di masjid kampus ini. Setelah shalat ashar usai ku segera mencari tempat dekat dengan tembok yang kurasa nyaman untuk tilawah sejenak. Waktu liqo’ sudah tiba namun tak seorangpun teman dan murrabiah yang tampak hadir. Aku masih melanjutkan tilawahku.
            “Nesya, loh kamu udah datang?” tanya Dila salah satu teman liqo’ yang baru hadir
“Iya nih dil” jawabku “kirain bakalan tepat waktu kayak biasanya hehe” lanjutku
“Yang lain mana?” tanya Dila “ belum pada datang?” lanjutnya memastikan
“Iya, belum pada datang hehehe” jawabku sambil menunjukkan senyum manja
“O iya mbak kenalin ini Nesya” ucap Dila memperkenalkan diriku kepada salah seorang teman yang bersama Dila sore ini
“Oalah ini yang namanya Nesya?” jelas teman yang bersama Dila “sering denger namamu dek tapi belum pernah tau orangnya, ini baru pertama kali mbak tau kamu dek” lanjutnya
“Kenal gak kamu sama ini?” tanya Dila memastikan bahwa aku sudah mengenal teman yang bersama Dila atau belum
“Belum tau, maaf ya mbak” jawabku polos dengan senyum malu
“Ini mbak Acha, kamu pasti mengenalnya kan?” jelas Dila
“Oalah iya ya, maaf mbak baru liat mbak soalnya, kalo sama namanya sih gak asing mbak hehe” kataku
 “Aku titip tas ya mau shalat dulu” ucap Dila yang hendak melaksanakan sholat ashar bersama mbak Acha
***
Dila dan mbak Acha telah selesai melaksanakan shalat ashar berjamaah. Namun teman-teman liqo’ belum ada yang datang  dan murrabiah pun belum nampak. Selang 10 menit kemudian Dina datang, dan kami mengobrol sebentar sambil menunggu murrabiah. Tiba-tiba Dila meminta kepada mbak Acha untuk mengisi liqo’ kali ini. Seperti biasa sebelum memulai liqo’ kami pun membaca Al-Qur’an, namun kali ini membaca Al-Qur’an diganti dengan tasmi’ atau tilawah tanpa Al-Qur’an.
“Yuk dimulai dari Nesya ya” pinta mbak Acha
“Surat apa mbak?” Tanyaku dengan sedikit kekhawatiran
“Terserah dek, boleh kok surat yang pendek-pendek” jawab mbak Acha
“Surat Al- Ikhlas ya mbak” pintaku dengan nada penuh kekhawatiran
“Yang lain lah Sya, kan hafalanmu sudah banyak” ujar salah Dila
“Haduh gimana nih, khawatir berhenti di tengah jalan hafalannya, apalagi bacaan Al-Qur’an ku kan belum bener” kataku dalam hati penuh kekhawatiran
“Ayo dek dimulai” pinta mbak Acha “ iya kalo bisa ya surat yang rada’ panjang ya” lanjut mbak Acha
Tiba-tiba ujung-ujung jariku teraba dingin, keluar keringat dingin. Jantungku berdetak kencang, suaraku pun ikut bergetar. Kekhawatiran semakin menyergapku. Membuatku melupakan semua hafalan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Tak terpikir sebelumnya jika agenda liqo’ kali ini menjadi seseram ini. Rasanya tak mampu mata ini menatap wajah mbak Acha. Ingin ku katakan kepadanya bahwa bacaan Al-Qur’anku jauh dari kata sempurna. Lidah ini menjadi kaku untuk mengucap kata-kata.
“Ayo dimulai, biar cepet selesai” seru mbak Acha membuatku semakin terpojok
“Al-Ikhlas aja ya mbak” pintaku
“Masak anak liqo’ hafalannya masih di Al-Ikhlas” jawab mbak Acha “malu dong sama temen-temen yang baru mentoring, mereka saja udah banyak hafalannya” lanjutnya
Jleb, kata-katanya ngenak banget. Haduh rasanya jadi ingin mengatakan sesungguhnya kepada mbak Acha tentang apa yang sebenarnya aku rasakan. Tapi apalah daya, bibir ini tak ingin berkata kejujuran saat ini. Lidahku membeku. Rasa malu menjadi juara didiriku saat ini. Aku pun memikirkan alasan apa yang akan aku buat supaya aku tetap membaca surat Al-Ikhlas.
“Mbak, surat Al-Ikhlas aja ya” pintaku “ supaya nanti bisa dibenarkan bacaan qolqolah dan panjang pendeknya” jelasku
“Hmm”mbak Acha sambil menarik napas dalam “ ya udah ndak apa lagian daripada molor waktunya, udah sore juga”
Akupun membaca surat Al-Ikhlas dengan hukum bacaan sepengetahuanku. Dipertengahan bacaanku tiba-tiba wajah mbak Acha berubah, membuyarkan pikiranku. Menyetop secara tiba-tiba pada kalimat yang sedang aku ucapkan. Aku semakin merasa tak karuan, khawatir akan dimarahi dan dipermalukan didepan teman-temanku. Ternyata mbak Acha tak memberikan komentar apa-apa hanya beliau membenarkan bacaanku saja. Setelah tasmi’ ku selesai, langsung dilanjut oleh Dina “An-Naas”, dan Dila “Al-Falaq”.
“Dek dilatih terus ya baca Al-Qur’an nya” saran mbak Acha kepada kami dengan nada yang amat lembut, jauh berbeda dari dugaanku “biar lidah ini terbiasa mengucap huruf-huruf hijaiyah” lanjutnya
“Iya mbak terima kasih sarannya” Jawabku
Usai tasmi’ selanjutnya diisi materi oleh mbak Acha. Materi yang disampaikan mbak Acha berhasil membuat hatiku menangis. Meleleh hati ini, kalimat yang tak akan terlupakan dari mbak Acha “Kita sebagai seorang ibu harus pandai membaca Al-Qur’an jika tidak, lalu bagaimana dengan keturunan kita nanti. Ingat kita adalah madarasah utama bagi anak-anak kita, kalo bukan kita yang mengajari anak-anak kita membaca Al-Qur’an siapa lagi? Ya kalo beruntung mendapatkan suami hafidz, ya kalo ndak gimana? Dakwah seorang perempuan itu ya dari ilmunya terutama kalangan aktivis kampus kayak kita harus pandai, salah satunya ya pandai membaca Al-Qur’an dan memahami maknanya”
***
Materi yang disampaikan mbak Acha telah usai dan murrobiah kami pun datang dengan membawa kantong kresek yang rupanya ada makanan didalamnya. Baunya mulai tercium, bau roti bakar. Seraya itu mbak Acha meminta  maaf kepada murrobiah  kami dan berpamitan pulang karena masih ada agenda yang lain.
“Gimana tadi materi dari mbak Acha?” tanya murrobiah
“Seru mbak, ngenak banget ik” jawabku sambil memukul pelan dadaku
Baru beberapa menit berbincang-bincang waktu maghrib telah tiba. Liqo’ diselesaikan dan dilanjut melaksanakan shalat maghrib berjamaah. Usai shalat maghrib tak kuasa air mata ini ku bendung lagi. Tiba-tiba ia mengalir derasnya. Murrabiah ku menyadari hal ini, ia menanyakan apa yang membuatku menangis. Aku pun bercerita tentang apa yang selama ini aku sembunyikan dari beliau. Apa yang tak pernah aku ceritakan kepada beliau. Banyak saran yang aku dapatkan dari beliau dan bahkan beliau membantuku untuk mencarikan seorang guru tahsin yang memang sedang aku butuhkan. Beliau menawarkan banyak solusi untuk mengatasi permasalahan yang sedang aku hadapi.
Lama berbincang-bincang dengan beliau dan mendapatkan banyak solusi dari beliau. Kini harus diakhiri karena waktu sudah menunjukkan pukul 18.30 WIB, dimana saat ini aku harus mengisi mentoring bersama adik-adikku tercinta di kampus. Meski hari ini aku belum mempelajari dan menemukan materi apa yang ingin aku sampaikan tetapi ketika liqo’ tadi aku mendapatkan bahan materi yang dapat aku sampaikan kepada adik-adikku.Mentoring pada malam ini cukup lama, sekitar 2 jam kita berbincang-bincang dan memecahkan berbagai permsalahan yang dihadapi setiap anggota di kelompok mentoring yang aku bina. Waktu sudah menunjukkan pukul 21.00 WIB, kami pun segera menutup mentoring dan kembali ke kost dan wisma masing-masing.
***
Selama aku berfikir dakwah yang harus dilakukan adalah selalu menjadi orang yang memberikan perubahan dengan mengikuti banyak organisasi. Itu semua salah, dengan mengikuti agenda tarbiyah seperti liqo’ membuatku banyak belajar tentang dakwah sesungguhnya, terutama bagi muslimah. Belajar dan menuntut ilmu adalah cara dakwah muslimah yang paling berpengaruh terhadap perubahan. Bukan dengan mengikuti aksi atau mengadakan agenda-agenda besar. Melainkan dengan datang ke majelis ilmu dan liqo’ adalah hal yang tepat. wanita adalah aset terbesar untuk menciptakan generasi penerus. Pepatah mengatakan suatu negara hancur ataupun sukses itu tergantung wanita didalamnya.
Janganlah menyerah dan malu untuk menuntut ilmu seperti belajar Al-Qur’an salah satunya wahai muslimah. Didalam rahim seorang perempuan yang pandai dan taat akan ditanamkan benih yang akan menjadi pemuda yang tangguh. Pada dasarnya ibu adalah seorang guru yang paling baik. Madarasah awal bagi anak-anaknya kelak. Pandaikanlah dirimu sebelum kau melahirkan generasi pemuda bangsa ini yang pandai dan mampu memberikan perubahan baik bagi bangsa ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Etika Penelitian dalam Keperawatan

ETIKA PENELITIAN A. Pengertian Etika berasal dari bahasan Yunani ethos. Apabila ditinjau dari aspek etimologis memiliki makna kebiasaan dan peraturan perilaku yang berlaku dalam masyarakat. Menurut pandangan Sastrapratedja (2004) dalam Yurissa (2008), etika dalam konteks filsafat merupakan refleksi filsafat atas moralitas masyarakat sehingga etika disebut pula sebagai filsafat moral. Etika membantu manusia untuk melihat secara kritis moralitas yang dihayati masyarakat, etika juga membantu kita untuk merumuskan pedoman etis yang lebih adekuat dan norma-norma baru yang dibutuhkan karena adanya perubahan yang dinamis dalam tata kehidupan masyarakat. Sedangkan etika dalam ranah penelitian lebih menunjuk pada prinsip-prinsip etis yang diterapkan dalam kegiatan penelitian. Peneliti dalam melaksanakan seluruh kegiatan penelitian harus memegang teguh sikap ilmiah (scientific attitude) serta menggunakan prinsip-prinsip etika penelitian. Meskipun intervensi yang dilakukan dalam pene...

Ramadhan Terakhir Bersamamu

Ramadhan 1439 H mungkin akan menjadi Ramadhan terakhirku di Semarang. Seharusnya aku bahagia dengan hal ini, karena aku akan kembali ke tanah kelahiranku. Bukankah hal ini yang sudah aku inginkan untuk segera pulang, pulang ke tanah kelahiranku, tidak ingin melanjutkan studi karena merasa sudah tidak mampu mengikuti perkuliahan, sudah merasa pusing dengan pembelajaran di bangku perkuliahan. Namun hal ini tidak selaras dengan hatiku, aku merasa sedih ketika mendapatkan kabar ini, mungkin kabar lain yang menyertai ini, sehingga membuatku merasa sedih. Ini harus membuatku lebih semangat untuk menyelesaikan studiku dan segera kembali ke rumah. Rumah dimana aku dibesarkan sekarang sudah rindu.  Aku tidak pernah menyesal jika tidak mampu menyelesaikan profesi tapi aku akan sangat menyesal jika aku tidak mampu menyelesaikan S1 dan terlambat menyelesaikannya yang menjadikan beban untuk keluargaku. Untuk seusiaku seharusnya sudah mampu mandiri dan mampu memberikan yang terbaik untuk o...

Berjalan bersama Tarbiyah

Perjalanan bersama Tarbiyah dalam berdakwah. Mungkin ini akan menjelang akhir dalam perjalanan ini. Akhir bersama kawan-kawan dalam Tarbiyah, berdakwah bersama menentukan masa depan umat. Membahas tentang bagaimana bergerak dan berbaur dengan target dakwah melalui dakwah kontemporer. Masa ini adalah masa dimana aku sebentar lagi akan menyelesaikan pendidikanku di perkuliahan ini, masa dimana aku akan melepas status sebagai mahasiswa di kota orang. Kota yang memiliki banyak pendatang berburu ilmu, pengalaman, amal dan tiket bersama menuju surga. Mungkin tidak akan lama lagi aku akan kembali ke kota asalku. Kembali dengan sahabat seperjuangan dimasa SMA, atau bahkan akan berpisah dan mencari kehidupan yang baru lagi namun tetap dengan jalan dakwah ini. Bergerak dengan sahabat yang belum pernah terpikirkan siapa mereka. Akankah aku tetap berjuang dan berkecimpung lagi dalam memperjuangkan kemenengan dakwah bersama Tarbiyah? Saat ini yang masih dapat aku perjuangkan adalah aku te...